Thursday 2 August 2018

Kajian "Sebaik-baik Wanita Adalah Yang Paling Murah Maharnya"

Sering kita dengar ungkapan tentang "sebaik-baik wanita adalah yang paling murah maharnya". Namun, masih jarang orang yang paham betul tentang ungkapan ini. Atau bahkan dianggap berita h0ax oleh sebagian kalangan hanya karena tidak sesuai dengan keinginannya. Sehingga, ungkapan ini sering kali dipandang acuh tak acuh oleh kaum hawa. 

Sejatinya, dalam Islam tidak ada ketentuan paten tentang mahar, apakah harus banyak atau boleh murah. Sebab, Islam memandang kondisi laki-laki itu berbeda: ada yang kaya, ada pula yang miskin, sehingga langkah penetapan mahar dengan harga paten adalah sebuah tindakan yang kurang fair. Ia mungkin si Kaya tidak merasa keberatan, tapi si Miskin?  Dan hal ini, jika tetap larut dalam kemahalan sebuah mahar akan berpotensi tindakan asusila semisal perzinahan, pemerk0saan yang dilakukan oleh mereka yang kere hanya karena tidak mampu membayar mahar pernikahan, sungguh Islam tidak mau hal ini terjadi. 
Kajian "Sebaik-baik Wanita Adalah Yang Paling Murah Maharnya"

Dalam banyak literatur, dijelaskan bahwa mahar itu adalah sesuatu yang bernilai, tidak harus mahal. Bahkan dalam kitab adabul Islam Fi Nidzomil Usroh, Prof. Dr. Sayyim Muhammad bin Alwi al Maliki memaparkan dengan sangat gamblang tentang etika para wanita dalam menentukan mahar dan larangan beliau dalam menetapkan mahar mahal. Hal ini beliau mengutip sebuah hadis Nabi dari jalur Imam al-Hakim. Rasulullah S.A.W bersabda:

ان من يمن المرأة تيسير خطبتها،  وتيسير صداقها، وتيسير رحمها

Artinya: di antara keberkahan wanita adalah mudah pinangannya, murah maharnya, dan subur rahimnya. 

Hadis ini merupakan bukti anjuran Islam untuk tidak mahal-mahal dalam menetapkan mahar, sebab di sanalah ada keberkahan. Tidak hanya itu, Amirul Mukminin, sayyidina Umar bin Khottob pernah berkata:

لا تغالوا في صدقات النساء

Artinya: Jangan terlalu mahal dalam memberikan mahar wanita. 

Konsep ini adalah sebuah keindahan Islam, di mana Islam akan mempermudah  mereka yang ingin menyempurnakan separuh agamanya namun tidak memiliki cukup banyak harta. Hal ini berbeda dengan kondisi masa jahiliyah, di mana para wanita menekan para lelaki yang hendak mempersuntingnya. 

Referensi: Adabul Islam fi Nidzomil Usroh, Karya Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi al Maliki.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon