Wednesday 7 June 2017

Memahami Arti Adil (Keadilan) Dalam Poligami l Tafsir surat an-Nisa' Ayat 3 dan 129

Memahami Arti Adil (Keadilan) Dalam Poligami l Tafsir surat an-Nisa' Ayat 3 dan 129

Setidaknya,  ada dua ayat yang berbicara tentang poligami. Keduanya sama-sama terletak dalam surah an-Nisa’, hanya berbeda nomor ayat.  Yang pertama an-nisa’ ayat 3. Ayat ini berbicara tentang bolehnya berpoligami bagi suami yang telah memenuhi syarat berupa adil terhapa para istri. Jika syarat ini tidak dapat dipenuhi maka seorang laki-laki hanya berhak mengawini satu istri. Tidak boleh lebih.  Atau cukup menggauli budak-budak perempuan yang dimilikinya tanpa melalui proses pernikahan sebagaimana mestinya.

Yang kedua, surah An-nisa’ ayat 129. Ayat ini juga berbicara tentang poligami. Namun,  secara sepintas,  ayat ini menvonis bahwa seorang laki-laki tidak akan pernah bisa adil. Padahal, sifat ‘adalah (adil) merupakan lampu hijau bagi seorang lelaki yang hendak berpoligami.

Memahami Arti Adil (Keadilan) Dalam Polgami l Tafsir surat an-Nisa' Ayat 3 dan 129

Kedua ayat di atas tampak bertolak belakang dan akan melahirkan segudang pertanyaan. Semisal: mengapa Allah SWT. Masih membuka pintu poligami (sebagaimana dalam ayat pertama) jikalau pintu keadilan tidak akan pernah dapat dicapai oleh para lelaki.?.  Nah, agar tidak sampai pada paham yang menyimpang,  mari kita kaji kedua ayat tersebut dengan merujuk pada pendapat para pakar tafsir, yang tentunya mereka lebih faham tentang maksud sebenar surat an-nisa’ ayat 3 dan ayat 129 tersebut.

Arti Adil dalam konteks Poligami

Para paka tafsir generasi awal dari  seperti ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah,  al-Hasan dll sepakat berpendapat bahwa maksud dan arti adil dalam surah an-nisa’ ayat 3 tersebut adalah adil dalam hal yang bisa atau mungkin dilakukan oleh seorang suami,  semisal adil dalam menyamakan qasam (bagian) pada saat menggilir para istri, adil dalam memberi jumlah uang nafkah tanpa membeda-bedakan, adil dalam menyediakan tempat tinggal,  adil dalam bersikap kepada mereka.

Berbeda dengan adil yang dimaksud dalam ayat yang kedua, surah aan-nisa’ ayat 129. Adil yang tidak akan pernah dicapai oleh orang laki-laki.  Para ulama telah sepakat, semisal imam jalaluddin as-suyuthi dalam tafsir jalalainnya, maksud adil dalam ayat tersebut adalah adil dalam volume perasaan cinta, perasaan sayang,  rasa cemburu, gairah s3ksual dan kecendrungan naluri yang lain.  Sebab,  secara fitrah,  manusia tidak akan pernah sampai pada puncak keadilan ini.  Bahkan itu mustahil.  Sebagaimana penegasan Allah SWT. Dalam surat an-nisa ayat 129.

Dalam ayat 129 tersebut, Allah SWT.menggunakan bentuk kalimat negatif dengan kata nafi Lan yang memiliki arti “tidak akan pernah”. Dan secara fakta itu terjadi, tidak ada yang bisa mengingkarinya. Bahkan sifat adil dalam kasus ini juga tidak bisa dicapai oleh seorang Nabi. Terbukti,  cinta Nabi muhammad kepada sayyidah khadijah begitu besar,  melebihi cinta Nabi pada istri istri yang lain. Sampai sampai sayyidah Aisyah pun sering cemburu kepada sayyidah khadijah.

Dari penjelasan para ulama ulama tafsir di atas dapat kita bedakan maksud adil dalam kedua ayat tersebut Sehinggal kita tidak salah faham sebagaimana mereka yang anti poligami hanya karena tidak faham maksud adil dalam masing-masing ayat. Namun meskipun demikian, seorang suami tetap tidak diperkenankan terperangkap dalam sifat berlebihan dalam memberi porsi perhatian pada salah satu istrinya, sedangkan yang lain kurang mendapat perhatian laksana benda yang terkatung-katung.  Jika hal itu terjadi, maka akan memberikan efek negatif semisal over cemburu yanh melahirkan sifat iri dan dengki antar sesama istri. Wallahu a’lam.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon